Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Berita UtamaDaerahKabupaten Intan JayaPolitikSosial & Budaya

Ini Pernyataan Sikap BUK, Menanggapi Situasi Terkini HAM di Tanah Papua

43
×

Ini Pernyataan Sikap BUK, Menanggapi Situasi Terkini HAM di Tanah Papua

Sebarkan artikel ini
TEMU KORBAN: Investasi dan Penyintas HAM di Tanah Papua. Rumah Santa Clara, Sentani 15 -17 Februari 2021

NABIRE, PAPUA.RELASIPUBLIK.com – Kami, Bersatu Untuk Kebenaran (BUK) sebagai organisasi komunitas korban dan penyintas Pelanggaran HAM di tanah Papua merasa prihatin dengan situasi hak asasi manusia di Tanah Papua belakangan ini. Sejak pecahnya peristiwa konflik di Kabupaten Nduga pada Desember 2018, ribuan orang warga kabupaten Nduga terpaksa harus meninggalkan kampung halamannya dan menjadi pengungsi internal (Internal Displaced Persons). Belum tuntas peristiwa itu ditangani, pecah lagi konflik horisontal yang diciptakan sebagai dampak dari peristiwa tindakan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur yang berdampak kepada gerakan protes rakyat Papua.

Dampak dari gerakan protes rakyat Papua melawan rasisme tersebut yang terjadi secara meluas di seluruh Tanah Papua akhirnya menuai tindakan represif militer dan polisi bersama dengan kelompok – kelompok reaksioner (paguyuban nusantara). Parahnya, tidak ada penanganan serius sejak konflik mulai pecah sampai dengan hari ini, Malahan terjadi dropping pasukan TNI-Polri secara berlebihan ke Tanah Papua.

Example 300x600

Kehadiran pasukan militer di Tanah Papua yang tanpa tujuan jelas telah menimbulkan keresahan bagi masyarakat dan menciptakan konflik baru yang berujung kepada pelanggaran HAM.

Berbagai aksi penyerangan dan penembakan warga, penyisiran di kampung-kampung dengan dalih mengejar kelompok separatis bersenjata telah berujung pada penembakan terhadap petugas-petugas gereja, pembunuhan warga sipil dan pengungsian internal besar-besaran seperti yang sedang terjadi di kabupaten Intan Jaya. Bahkan baru-baru ini tanggal 15 Februari 2021 telah terjadi penembakan terhadap 3 warga sipil di Intan Jaya oleh TNI.

Lebih lanjut, konflik antara warga masyarakat pemilik tanah adat dengan perusahaan (investor besar) terjadi dan diback-up oleh anggota Militer dan polisi telah menimbulkan banyak korban jiwa dan korban luka-luka. Bahkan lebih buruknya, warga harus mengungsi dari kampung halamannya karena takut, dan kesulitan untuk kembali ke tempat asalnya, seperti yang terjadi di Timika. Di wilayah Kepala Burung, telah terjadi penguasaan wilayah besar-besaran untuk investasi dalam skema Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan juga pembangunan markas Kodim baru, telah menuai penolakan besar-besaran dari warga masyarakat pemilik tanah adat. Di wilayah Aifat Sorong Selatan telah terjadi penyisiran akibat konflik antara warga dan aparat TNI sehingga telah menyebabkan warga mengungsi keluar dari kampung dan bersembunyi di hutan.

Kami juga menilai bahwa Jakarta terlalu memaksakan kehendaknya untuk membuka ruang investasi seluas-luasnya bagi pihak luar untuk berinvestasi di Tanah Papua. Undang-udang Otonomi Khusus (OTSUS) yang diberikan kepada orang asli Papua tidak mampu melindungi dan benjamin hak-hak hidup orang asli Papua, sehingga rakyat telah menolak keberlanjutannya.

Namun demikian, Pemerintah NKRI terus memaksakan kehendak mereka dengan mengumumkan 6 Daerah Otonomi Baru (DOB). Pemekaran wilayah dengan lahirnya 6 Provinsi baru akan menjadi alat untuk mempercepat kehancuran kehidupan rakyat Papua.

“Selama 20 tahun undang undang OTSUS di Tanah Papua, Pemerintah Indonesia gagal menyelesaikan seluruh kasus Pelanggaran HAM yang terjadi, Pengadilan HAM dan Komisi kebenaran dan Rekonsiliasi yang tartera dalam undang undang OTSUS tidak menjadi agenda penting yang harus dilaksanankan oleh Pemerintah Jakarta.

Oleh karena itu kami, Komunitas Korban, Bersatu Untuk Kebenaran (BUK) menyatakan sikap kami sebagai berikut :

1. Mengecam dengan tegas berbagai bentuk tindakan operasi militer yang sedang terjadi di seluruh Tanah Papua yang telah menggangu hak hidup orang asli Papua di atas tanahnya.

2. Mengecam dengan tegas segala bentuk pemaksaan dan perampasan tanah adat milik masyarakat adat di Tanah Papua demi kepentingan investasi dan juga kepentingan pembangunan markas militer.

3. Mendesak Presiden Republik Indonesia untuk segera menghentikan dropping pasukan ke Tanah Papua serta segala bentuk operasi militer yang dilaksanakan dalam rangka melancarkan kepentingan investasi dan keamanan di Tanah Papua.

4. Mendesak pihak pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk segera menangani situasi kemanusiaan pengungsi internal di Nduga, Intan Jay-a, Banti Timika dan Aifat Sorong, yang terpaksa harus meninggalkan kampung halamannya karena konflik yang terus terjadi sampai saat ini.

5. Mendesak pemerintah Negara Repuboik Indonesia untuk segera membuka akses kepada Ketua Komisi Tinggi HAM PBB untuk segera mengunjungi Tanah Papua dan menyaksikan sendiri situasi HAM dan bertemu dengan para korban, penyintas dan keluarga korban pelanggaraan HAM di Tanah Papua.

6. Mendesak Pemerintah NKRI untuk segera membuka akses bagi Tim Kemanusiaan dan Tim Pencari Fakta Independen untuk mengungjungi wilayah konflik di Nduga, Intan Jaya, Timika dan Aifat untuk bertemusecara langsung dengan Korban dan keluarga korban konflik berkepanjangan.

7. Menolak dengan tegas berbagai bentuk kebijakan politik ekonomi pembangunan di Papua, termasuk Kawasan Ekonomi Khusus dan keberlanjutan Otonomi Khusus.

Demikian pernyataan sikap kami, Bersatu Untuk Kebenaran (BUK).

Port Numbay, 17 Februari 2021.

Kordinator Umum

Tinike Rumkabu

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *