Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Berita UtamaDaerahNasionalPolitikTERBARU

Oktovianus Wandikmbo, Amati Pemekaran Provinsi Papua Tengah dan Papua Selatan Kepentingan Siapa?

48
×

Oktovianus Wandikmbo, Amati Pemekaran Provinsi Papua Tengah dan Papua Selatan Kepentingan Siapa?

Sebarkan artikel ini
Foto Doc Pribadi Oktovianus Wandikmbo.

 

NABIRE, PAPUA. RELASIPUBLIK.com – Pemekaran yang di isukan adalah salah satu inkontitusinal dan tanpa argumentasi dasar sebagai syarat secara ilmiah, serta prosedur/mekanisme hukum yang berlaku. Ini merupakan expansion wilayah dan legitimasi kekuasaan hukum memaksakan kehendak serta mengatur semuanya atas tanah, wilayah, orang lain,”ujar kepada awak media ini, Sabtu, (06/02/21).

Example 300x600

Oktovianus Wandikmbo Sebagai salah satu anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Intan Jaya, Pihaknya berpendapat dengan isu yang sekarang berkembang ini, yakni Pemekaran Provinsi Papua Tengah dan Papua Selatan ini. Bahwa pemekaran yang sangat kental dengan kepentingan antara para elit politik lokal dan pusat sebagai salah satu momentum penggilingan tuntutan politik sipil rakyat papua dan pelanggaran HAM dipapua,”jelasnya.

Sisi lain para penguasa lokal papua memanfaatkan situasi pergerakan politik sipil rakyat papua menjadi kesempatan emas untuk minta jabatan, Anggaran, pemekaran provinsi hanya kepentingan segelintir orang. Bukan untuk mengakselerasi percepatan pembangunan segala aspek dipapua. Khususnya Kesejahteraan rakyat dan mengejar ketertinggalan infrastruktur dipapua serta penegakan keadilan hukum bagi rakyat papua yang korban atas tindakan kekerasan, pembunuhan, penindasan secara pisik maupun tindakan verbal.

“Menurutnya, Pemekaran Provinsi Baru di Papua bukan suatu solusi yang cocok untuk mensejahterakan masyarakat Papua. Alasannya dari pengalaman dan observasi sebelumnya selama ini belum terlihat secara pasti bahwa wilayah hasil pemekaran mengalami perkembangan perekonomian yang signifikan malahan kemerosotan yang pantatis akhirnya terus meningkat indeks kemiskinan urutan 1 di Indonesia,”benarnya.

Mungkin ada beberapa mengalami peningkatan, khususnya di bidang infrastruktur tapi itu bukan dari dampak pemekaran bahkan beberapa daerah yang terjadi pemekaran itu bukan malah semakin membaik. Kinerjanya malah semakin buruk, misalnya tingkat ketimpangan dan tingkat kemiskinan serta meningkatnya layu pengangguran yang sulit dibantahkan terus terjadi kehancuran.

“Lanjut Wandikmbo, Sampai saat ini pun belum ada literatur maupun Media Ekonomi yang mengkonfirmasi bahwa pemekaran daerah, baik provinsi maupun kabupaten kota itu punya dampak terhadap berbagai macam peningkatan kesejahteraan masyarakat,”katanya.

Bukannya mensejahterakan, Saya menilai pemekaran justru akan berpotensi meningkatkan elite capture (dominasi kaum elit) yang kerap menjadi masalah di wilayah Papua selama ini.

“Kata Okto, Persoalannya struktur anggaran yang sudah ditentukan di masing-masing daerah tidak akan berbeda walaupun sudah terjadi pemekaran. Hal itu dapat dimanfaatkan oleh kaum-kaum elit yang seenaknya menggunakan kekuasaannya dalam memainkan hegemoni dan sifat otoriter dalam manfaatkan jabatanya,”terangnya.

Hal ini diamati dan sudah menjadi budaya konsumsi rakyat papua saat ini. Rakyat papua hanya menjadi penonton dan objek para penguasa daerah dalam memainkan permainan hegemoni mereka. Hal-hal ini tidak pungkiri lagi terjadi dikalangan rakyat papua terus – menerus.

“Pengamatan saya, Struktur anggaran di daerah-daerah termasuk yang di pemekaran tadi, itu tidak ada bedanya dengan sebelumnya. Jadi heavy-nya, lebih dari 70 persen itu juga untuk birokrasi dan biaya Aparatur Sipil Negara (ASN),”jelasnya.

Anggaran yang digunakan untuk memeratakan ekonomi, penanganan sosial dan pembangunan infrastruktur malah dapat menjadi amunisi bagi para kaum elit untuk melakukan penyelewengan anggaran.

“Selama ini saya, kata DPRD itu, menilai anggaran yang akan disisipkan pemerintah akan berdampak dari pemekaran tersebut. Dengan adanya pemekaran, dana transfer yang terbagi dari alokasi umum dan alokasi khusus dapat lebih meningkat, sementara pengeluaran birokrasi tetap sama,”katanya.

Jadi kalau misalkan tadinya untuk birokrasi itu cukup 10 triliun waktu sebelum pemekaran, setelah pemekaran pun 10 triliun. Akibat implikasinya akan menambah dan yang baru lagi berarti ini double secara anggaran.

“Dengan demikian, pemekaran dapat dinilai bukan menjadi solusi utama dari penyelesaian ketimpangan pembangunan dan kesejahteraan di Papua. Apalagi, dana yang dianggarkan Papua sudah cukup besar selama ini dengan adanya dana alokasi umum, khusus, dana penyesuaian dan juga dana Otonomi khusus yang cukup tinggi,”paparnya.

Padahal persoalannya justru terjadi elite capture, nah kalau solusinya memekarkan, berarti menambah elite capture yang artinya menambah masalah lagi.

“Pada akhirnya, pengamatan saya saat ini, pemerintah pusat sendiri tidak memberikan payung hukum, memberi adil dalam mengkaji, serta mengawasi aliran anggaran apabila pemekaran terjadi, sehingga dapat betul-betul memastikan dana dioptimalkan untuk pembangunan dan kesejahteraan rakyat. Malahan kurangnya pengawasan serta menjadi tempat hegemono jamuan para elit lokal dan para penyelenggaraan pengawasan serta pemeriksa anggaran didaerah. Hal ini sudah biasa terjadi dipapua saat ini,”katanya.

Bagi saya sudah tidak rahasia lagi bagai rakyat papua dalam mengetahui dan menilai ada potensi penyelewengan dana anggaran daerah dengan diberlakukannya pemekaran di Papua. Pemerintah pusat tidak ada kejelasan payung hukum adapun tidak berperan dalam mengevaluasi dana-dana yang dialirkan dari hulu ke hilir.

Dalam penggunaan / penggunaan anggaran “(Dana) yang kurang efektif dan evisiensi serta pengawasan yang ekstra ketat sehingga kelonggean dan banyak terjadi kecurangan dan terjadi kerugian keuangan diderah. Yang terjadi adalah elite capture, jadi dana itu digunakan oleh elite, tapi tidak ada triple down effect-nya, dampaknya bagi masyarakat kelas bawah,” yang selama ini diperaktek dipapua saat ini.

“Sementara itu, lanjut DPRD wandikmbo, kesenjangan perekonomian kaum elit dan masyarakat Papua dapat tercermin dari tingkat pelayanan masyarakat, Pendidikan, maupun kesehatan di daerah pedalaman Papua yang masih minim, walaupun sudah dikucuri oleh dana otonomi khusus selama ini. Penyakit kesenjangan menjadi jurang pemisah antara rakyat biasa dan pejabat, ASN terus jauh. Rakyat makin hari makin menambah persoalan kesenangan sosial khususnya kesejahteraan rakyat semakin hancur,”terangnya.

Di luar sisi ekonomi, bagi saya urgensi pemekaran di wilayah Papua lebih condong ke dalam faktor sosial politik, karakteristik dari masyarakat papua yang memiliki perbedaan adat istiadat yang berbeda di tiap wilayah membuat masyarakat Papua sulit dalam berintegrasi kepentingan melalui kebijakan pemerintah sesui karakteristik daerah dan diintegrasikan dalam satu sistem pemerintahan semua kabupaten kota sampai propinsi sehingga tidak terjadi sepangkal-sepangkal.

“Wilayah papua itu karakteristiknya memiliki 5 wilayah adat yang besar antara adat wilayah yang satu dengan yang lainnya itu memiliki perbedaan dari sisi governance-nya. Latar belakang sosial budaya ini menjadi lebih penting sehingga pemekaran provinsi itu menjadi penting dalam memecahkan dan saling untuk memudahkan pelayanan rakyatnya dan tidak ada perpecahan antara orang papua itu sendiri. Namun saat ini pemekaran menjadi akbar pemicu terjadinya perpecahaan dan perbedaan diantara orang papua itu sendri. Banyak pejabat asli daerah yang ramai- ramai melakukan praktek KKN, sehingga hak politik sipil rakyat ditempat dan dihilangkan,”menurutnya Okto Wandikmbo.

Lima wilayah adat besar yang ada di Papua yakni, Wilayah Adat Meepago, Lapago, Anim-ha, Domberay, Sailery, ini salah satunya menjadi pemicu alasan jatah pebagian dan pemerataan, jadi saya pikir ini salah satu urgent yang menjadi masalah karena permasalahan bagaimana meredam konflik horizontal yang ada di Papua seperti perbedaan wilayah. Sisi lain pengolahan pemerintahan bukan lagi Bahasa SARA, perbedaan sosio cultur, socio politik untuk pecah bela antara orang asli papua itu sendri.

“Bagi saya, Hal ini terus diperjuangkan dan dilakukan makan kehancuran dan perbedaan keinginan serta politik sipil rakyat papua tidak menetu dalam segala aspek kehidupan,”katanya.

Pengamatan saya, saat ini banyak pejabat daerah yang sifat primordialsisme kedaerahaan, sehingga pelayanan tidak berjalan sesui dengan keinginan rakyat. banyak rakyat yang mengaduh nasib didaerah lain menjadi korban kebijakan politik sipil kurang bijak yang dilakukan oleh pejabat daerah.
Akhir kata Perumusan pandangan politik rakyat papua melalui pembagian 7 wilayah adat ini. Sisi socio cultur, socio ekonomi, sosil politik itu benar-benar adanya. Akan tetapi yang menjadi persoalan adalah ketidak adilan dan pemerataan serta kurang mampunya persaingan secara profesional antar 7 wilayah adat.

Jadi menjadi implikasinya adalah antara “,pemersatu atau perpecahan, solusi atau masalah”.

 

Penulis adalah : Oktovianus wandikmbo

Admin Redaksi PRP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *