Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Berita UtamaDaerahNasionalPeristiwaSosial & Budaya

Suara Papua Diblokir, MK Minta Alasan Kepada Pemerintah.

62
×

Suara Papua Diblokir, MK Minta Alasan Kepada Pemerintah.

Sebarkan artikel ini
Perwakilan pemerintah dalam sidang lanjutan uji materi UU ITE menyatakan jawaban lebih lengkap atas pertanyaan para hakim konstitusi akan disampaikan tertulis. Ruang sidang pleno Mahkamah Konstitusi. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

NABIRE, PAPUA.RELASIPUBLIK.com – Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) meminta penjelasan pemerintah terkait sejumlah tahapan sebelum akhirnya memutuskan untuk memblokir situs berita Suara Papua.

Permintaan itu dilayangkan majelis hakim MK dalam sidang lanjutan dengan nomor perkara 81/PUU-XVIII/2020 tentang pengujian norma Pasal 40 ayat 2b Undang-undang ITE.

Example 300x600

Hakim Konstitusi Suhartoyo menyatakan mahkamah perlu mengetahui apakah pemerintah sudah mengeluarkan produk tertentu sebelum memblokir situs Suara Papua. Selain itu, ia juga meminta penjelasan mengenai kriteria apa saja yang dijadikan acuan pemerintah sehingga memblokir.

“Penting bagi Mahkamah untuk mengetahui ketika Suara Papua, situs itu diblokir, itu sebelumnya ada produk tidak dari pemerintah? Kalau ada produknya apa? Ataukah serta merta tindakan pemerintahan atau tindakan administrasi pemerintahan?” kata Suhartoyo dalam persidangan yang dilaksanakan secara daring, Selasa (17/11).

Senada, Hakim Konstitusi Saldi Isra menambahkan pemerintah selaku termohon harus menjelaskan rangkaian peristiwa ataupun tindakan yang sudah ditempuh sebelum memblokir Suara Papua. Menurutnya, pemohon bisa menerima perlakuan pemblokiran tersebut, hanya saja dengan ada bukti-bukti tertulis yang sudah disampaikan terlebih dahulu.

“Nah, dalam konteks ini, ketika kasus konkret yang di Papua itu, itu apa sih yang dilakukan pemerintah sebelum melakukan itu [pemblokiran]. Ada selembar kertas enggak misal bahwa ini harus begitu [diblokir]. Nah, itu penting bagi kami untuk dijelaskan. Jadi, menjelaskan tahapan pemerintah mengambil itu sampai kemudian itu terkunci, tidak bisa menyebar informasi,” ucap Saldi.

“Di tahapan itu bentuk hukumnya apa, dia mengatakan jangan-jangan enggak menerima bukti tertulis. Makanya, dia minta sebelum itu ditutup, itu dilakukan dengan produk hukum yang berbentuk tertulis. Tolong itu dijelaskan. Jadi, ditambah lagi keterangan ini lebih kepada penjelasan peristiwa singkat itu,” sambungnya.

Sebagai informasi, perkara ini diajukan untuk diadili di MK oleh Pemimpin Redaksi Suara Papua, Arnoldus Belau, dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI).

Dalam sidang ini, pemohon mengajukan uji materi Pasal 40 ayat 2b UU ITE.

Beleid tersebut berbunyi: “Dalam melakukan pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2a), Pemerintah berwenang melakukan pemutusan akses dan/atau memerintahkan kepada Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melakukan pemutusan akses terhadap Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum.”

Ada pun ayat 2a menyatakan, “Pemerintah wajib melakukan pencegahan penyebarluasan dan penggunaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang dilarang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Di dalam sidang, Hakim Konstitusi Aswanto memandang norma yang ada dalam Pasal 40 ayat 2b merupakan tindakan serta merta.

Ia pun meminta pemerintah agar memberikan penjelasan mengenai pertimbangan dalam melakukan pemutusan akses. Penjelasan itu, menurut dia, penting agar pemerintah tidak dianggap melakukan sesuatu secara sewenang-wenang.

“Hal-hal itu menurut saya kalau argumennya tidak terlalu berdasar, itu yang menyebabkan sehingga norma di Pasal 40 ayat 2b ini dianggap adalah kesewenang-wenangan oleh Pemohon,” ujar Aswanto.

Pemerintah RI yang diwakili Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan, dalam sidang menyampaikan pandangan secara umum.

Semuel menyatakan kala memblokir sesuatu pemerintah tentu melewati pelbagai macam proses. Ia memaparkan beberapa di antaranya seperti menerima pengaduan, proses evaluasi, hingga mengumpulkan bukti.

“Contohnya ada permintaan melakukan pemblokiran, tim kami melakukan evaluasi, apa pelanggaran yang dikatakan melanggar, kita melakukan forensik. Jadi, sebelum kami menutup kami mengumpulkan buktinya,” kata Semuel.

Meskipun begitu, ia menuturkan akan memberikan keterangan tambahan secara tertulis sebagaimana permintaan sejumlah hakim MK.

“Kami akan melengkapi secara tertulis,” tambahnya.

Untuk perkara ini, sidang berikutnya dilaksanakan kembali pada Rabu, 2 Desember 2020 dengan agenda keterangan ahli yang dihadirkan para pemohon. Rencananya pemohon membawa empat orang sebagai ahli.

Arnoldus hingga AJI diketahui mengajukan permohonan lantaran merasa dirugikan tindakan pemerintah merujuk pada pemblokiran Suara Papua pada November 2016.

Ketika itu, portal berita yang menyajikan isu seputar Papua tak bisa diakses yang berimbas kepada terhambatnya kerja-kerja jurnalistik.

 

Sumber : CNN Indonesia

Admin Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *