Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Berita UtamaDaerahPolitik

Motto “God Bless The Land of Papua” Melanggar UUD 1945 : Tanah Papua “Diberkati”, Manusianya Tidak

41
×

Motto “God Bless The Land of Papua” Melanggar UUD 1945 : Tanah Papua “Diberkati”, Manusianya Tidak

Sebarkan artikel ini
Peta dunia, sumber: google

 

Oleh : Yosef Rumaseb

Example 300x600

 

NABIRE,PAPUA.RELASIPUBLIK.com-Slogan “God Bless The Land of Papua” terkenal sebagai slogan penutup pidato resmi para pejabat di Provinsi Papua Barat, dari level provinsi sampai kabupaten,. Bahkan sering diucapkan juga oleh pejabat pusat dalam pidato resmi mereka di Papua Barat. Biasanya, slogan in diamini dengan lagu “Tanah Papua” menggantikan lagu nasional “Padamu Negeri”.

 

Motto ini sama sekali tidak menyinggung “manusia Papua” sebagai “pemilik” Tanah Papua. God bless the Land of Papua, not bless the People of Papua. Entah manusianya miskin, dilanda konflik, menyampaikan protes, mengalami pelanggaran HAM dan sebagainya, siapa peduli. Yang penting Tanah Papua diberkati.

Entah disadari atau tidak, moto ini sedang meneruskan perspektif rezim kolonial yang berniat menguasai tanah jajahan beserta sumber daya yang di dalamnya. Mereka mengganggap Tanah Papua ini luas, subur, kaya SDA namun kosong. Rezim kolonial dengan semaunya menempatkan orang-orangnya untuk hidup tanpa menghormati atau mengakui hak-hak bangsa pribumi yang telah hidup bersama tanah dan leluhur mereka jauh sebelum kedatangan rezim colonial.

 

Dalam alam “pembangunan” saat ini, motto “God bless The Land of Papua” menempatkan tanah sebagai kapital yang beorientasi pada penguasaan tanah dan SDA-nya semata tanpa orientasi sungguh-sungguh pada “blessing for the People of Papua”. Cara pandang yang ditularkan dari moto ini membuka kemungkinan kolaburasi antara actor-aktor dalam pemerintahan, investor dan actor-aktor local dalam masyarakat adat agar menyerahkan tanahnya untuk kepentingan negara atau investasi tanpa perspektif yang sungguh-sungguh berorientasi pada kesejahteraan atau kemakmuran pemilik tanah.

 

Baik orientasi masa lalu (historis) yang melatar-belakanginya maupun implikasi masa depan (futuris) yang ditimbulkan dalam proses “pembangunan” yang mengacu pada moto “God Bless The Land of Papua” tidak mencerminkan jiwa UUD 1945.

 

Dasar pijakan dan kebijakan pengelolaan sumber daya alam (tanah) di Indonesia terdapat dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan, “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Amanat konstitusi ini mengandung pokok pikiran bahwa tanah, air dan kekayaan alam di dalamnya dikuasai dan dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

 

Jika “the People of Papua” diakui sebagai pemilik “the Land of Papua” maka moto Provinsi Papua Barat ini seharusnya berbunyi “God bless The Land and The People of Papua”. Penekanan terhadap frase “Tuhan berkati orang Papua” pada akhir pidato para pejabat dapat menjadi proses untuk mengingatkan baik secara sadar maupun tertanam dalam alam bawah sadarnya bahwa “berkat bagi Tanah Papua” harusnya dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran “The People of Papua”.

 

Contoh implementatif dari perspektif “God bless The Land Papua” dapat dipelajari dari tindakan tegas yang dilakukan oleh XVII Kasuari Mayjen Wayangkau untuk menutup suatu perusahaan tambang emas di Provinsi Papua Barat pada tahun ini. Pada kesempatan pertemuan dengan beliau pada 23/06/2017 silam, Mayjen Wayangkau bercerita tentang tertantangnya nasionalisme beliau untuk menunjukkan keberpihakan negara terhadap masyarakat adat pemilik tanah adat yang tanahnya yang kaya emas yang dikuasai dan dieksploitasi oleh pemilik konsesi.

Berdasarkan laporan intelejennya, Pangdam XVIII Kasuari Mayjen Wayangkau sudah mengetahui bahwa untuk mengamankan eksploitasi tambang emas itu, para investor membayar Rp 50 juta pada awal masuk area dan memberi 25 gram emas setiap bulan kepada pemilik tanah adat semasa operasi. Sementara yang mereka dapat dari eksploitasi tambang yang berpotensi merusak alam itu setiap bulannya sebesar minimal 3 kg emas atau setara dengan 3.000 gram emas. Dari 3.000 gram itu, hanya 25 gram yang dikembalikan sebagai berkat untuk pemilik tanah. Praktik investor yang dilawan keras oleh Pangdam XVII Kasuari Mayjen Wayangkau inilah contoh kongkrit dari filosofi “God bless the Land of Papua but not the People of Papua”.

 

Papua Barat adalah provinsi yang kaya dengan sumber daya alam. Baik minyak, gas, hutan, emas, potensi pariwisata, dan lain-lain. Tuhan sudah berkati tanah ini secara berlimpah. Mengapa pemerintah terus menerus memberkati tanah ini? Kapan manusia pemilik tanah adat ini juga diberkati?
Kita berharap Pangdam XVII Kasuari Mayjen Wayangkau dapat bertandem dengan Gubernur Papua Barat yang religious untuk mendorong para decision maker di lingkup pemerintah, di lingkup masyarakat adat dan di lingkup investor untuk beralih orientasi dari moto “God bless the Land of Papua” menuju “God bless the Land and the People of Papua”.

 

Ganti moto “God Bless the Land of Papua” menjadi “God Bless the Land and the People of Papua”.

Sumber : Kadatebintuni.com
Penyusunan : Karpus Belau/PRP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *